MAKALAH
HUKUM EKONOMI SYARIAH
Tentang:
ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH SYARIAH
Oleh:
DEKA NANDA SAPUTRA : 1630403018
DILLA DOTILLA : 1630403025
AMELYA RAMADHANI :
Dosen :
HEBBY RAHMATUL
UTAMY, SH.I, M.SI
JURUSAN EKONOMI
SYARIAH KOSENTRASI MANAJEMEN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI
DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN) BATUSANGKAR 2017

Puji syukur kami
ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, mikmat serta
hidayah-Nya, sehingga makalah yang berjudul “ Asuransi dan Reasuransi Syariah”
dapat terselesaikan. Shalawat beserta salam kita kirimkan kepada Allah SWT,
semoga disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan syafa’at
kepada kita semua, sehingga kita bisa hidup dizaman kemajuan seperti ini.
Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Hebby Rahmatul
Utamy, SH.I, M.SI selaku dosen pengampu dan pembimbing
dalam makalah ini, Saya menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan
dalam penulisan makalah, sehingga kritik dan saran dari semua pihak dapat
memperkecil kekurangan dari makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca serta diridai oleh Allah SWT, Amin ya rabbal ‘alamin.
Batusangkar,
18 September 2017
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………..………………………………i
Daftar Isi…………………………………………………...………………………………ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar
Belakang…………………………………………………………………1
B. Rumusan
Masalah……………………………...………………………………1
Bab II Pembahasan
A. Pengertian…………………………………..….………………………………2
B. Objek dan Tujuan……………………………...………………………………6
C. Bentuk perjanjian……………………………...………………………………7
D. Ketentuan Hukum Ekonomi Syariah………….………………………………8
Bab III Penutup
A.
Kesimpulan…………………………………………………………………………
Daftar
Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perusahaan asuransi merupakan lembaga keuangan nonbank yang mempunyai
peranan yang tidak jauh berbeda dari bank, yaitu bergerak dalam bidang layanan
jasa yang diberikan kepada masyarakat dalam mengatasi resiko yang akan terjadi
di masa yang akan datang. Perusahaan asuransi mempunyai perbedaan
karaketeristik dengan perusahaan nonasuransi.
Dalam dunia bisnis, banyak sekali resiko yang tidak dapat di prediksi.
Secara rasional, para pelaku bisnis akan mempertimbangkan untuk mengurangi
risiko yang dihadapi. Pada tingkat kehidupan keluarga atau rumah tangga,
asuransi juga dibutuhkan untuk mengurangi permasalahan ekonomi yang akan
dihadapi apabila ada salah satu anggota keluarga yang menghadapi risiko cacat
atau meninggal dunia.
Industri asuransi di Indonesia akhir-akhir ini mengalami perkembangan
yang cukup pesat setelah pemerintah mengeluarkan deregulasi pada tahun 1980-an.
Dipertegas lagi dengan keluarnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
1992 Tentang Usaha Perasuransian. Diharapkan dengan semakin berkembangnya
industri asuransi di indonesia, maka akan semakin berkembang pula pertumbuhan
ekonomi indonesia dari tahun ketahun akan semakin meningkat, Pada era
globalisasi seperti ini kebutuhan masyarakat akan asuransi semakin meningkat
oleh karena itu pertumbuhan atau perkembangan industri asurasi di indonesia
semakin dan akan terus meningkat.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari asuransi dan reasuransi syariah?
2.
Apa objek dan tujuan asuransi syariah?
3.
Apa saja bentuk perjanjian asuransi?
4.
Bagaimana ketentuan hukum ekonomi syariah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Asuransi
Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk
merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau
ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain
sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat
diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit,
dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu
sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.
Menurut
Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian dengan
mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk
memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen
(peristiwa tidak pasti).
Menurut Ketentuan Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari
1992 tentang Usaha Perasuransian (“UU Asuransi”), Asuransi atau pertanggungan
adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu
bentuk perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH
Perdata, namun dengan karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang
bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.
Perusahaan asuransi mempunyai perbedaan karaketeristik dengan perusahaan
nonasuransi seperti kegiatan Underwriting – akutaria, klaim, dan reasuransi
– retrosesi. Penjaminan (underwriting)
adalah Proses penaksiran/penilaian dan penggolongan derajad risiko yang terkait
pada calon tertanggung, serta pembuatan keputusan untuk menerima atau menolak
risiko tersebut.
Aktuaria (actuarial) adalah Fungsi pada suatu perusahaan asuransi
yang menerapkan prinsip-prinsip matematika pada asuransi, termasuk
mengkalkulasi/ memperhitungkan daftar harga premi serta memastikan kesehatan
perusahaan dari segi keuangan.
Klaim adalah beban yang menjadi kewajiban perusahaan
asuransi terhadap pemegang polis sehubungan dengan perjanjian asuransi antara
perusahaan asuransi dengan konsumen (pemegang polis) akibat terjadi peristiwa
yang di asuransikan atau yang jatuh tempo.
Reasuransi adalah pihak
yang menerima pertanggungan ulang dari suatu penutupan asuransi. Retrosesi adalah
Pelimpahan risiko dari perusahaan reasuransi kepada perusahaan reasuransi lain.[1]
2.
Pengertian
Asuransi Syariah
Definisi
asuransi syari'ah menurut Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling
melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam
bentuk aset dan atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi risiko/ bahaya tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Asuransi
Syariah adalah sebuah sistem dimana para partisipan/ anggota/ peserta
mendonasikan/ menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan
untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian
partisipan/ anggota/ peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas
pengelolaan operasional perusahaan asuransi serta investasi dari dana-dana/
kontribusi yang diterima/ dilimpahkan kepada perusahaan.
Asuransi
syari'ah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolong menolong atau
saling membantu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip
dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk
menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta.
Asuransi
syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan asuransi konvensional,
yaitu mencari ridha Allah untuk kebaikan dunia dan akhirat. Asuransi syariah
memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik itu pada gilirannya bisa
membedakan dirinya dengan asuransi konvensional.
Di antara
karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama : akad yang dilakukan adalah akad
at-Takafuli.
Kedua : selain tabungan, peserta juga
dibuatkan tabungan derma.
Ketiga : merealisir prinsip bagi hasil.
Secara
structural, landasan operasional asuransi syariah di Indonesia masih menginduk
pada peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum (konvensional).
Baru ada peraturan yang secara tegas menjelaskan asuransi syariah pada Surat
Keputusan Direktur jendral Lembaga Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000 tentang
Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi dengan Sistem Syariah.
3.
Perbedaan
Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah
Secara garis
besar, misi utama asuransi konvensional adalah misi ekonomi dan misi social.
Sedangkan dalam asuransi syariah misi yang di emban adalah misi aqi’dan, misi
ibadah, misi ekonomi dan misi pemberdayaan umat.[2]
Dalam
asuransi syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi untuk mengawasi
pelaksanaa operasional perusahaan agar terbebas dari praktik-praktik yang
bertentangan dengan prinsip syariah. Dan dalam asuransi konvensional tidak ada
dewan pengawas sehingga dalam praktiknya tidak diawasi dan kemungkinan
pelaksanaannya tidak sesuai dengan kaidah syariah.
Akad yang
ada dalam asuransi konvensional didasarkan pada jual-beli sedangkan akad dalam
asuransi syariah didasarkan pada tolong-menolong.
Invenstasi
dana dalam asuransi konvensional bebas tetapi masih dalam batas-batas
perundang-undangan dan tidak dibatasi oleh halal-haramnya objek atau system
yang digunakan. Beda halnya dengan investasi dana asuransi syariah. Investasi
dilakukan dengan batas perundang-undangan, sepanjang tidak bertenangan dengan
prinsip syariah. Bebas dari riba dan tenpat investasi yang terlarang.
Selain itu,
dana yang terkumpul dari premi peserta asuransi konvensional seluruhnya menjadi
milik perusahaan dan perusahaan bebas menginvestasikan dana tersebut kemana
saja. Sedangkan dana yang terkumpul dari peserta asuransi syariah dalam bentuk
iuran atau kontribusi sepenuhnya milik peserta. Perusahaan hanya berperan
sebagai pemegang amanah dalam mengelola dana tersebut.
Tidak ada
pemisahan dana dalam asuransi konvensional. Pada beberapa produk tertentu dapat
mengakibatkan dana hangus. Dalam asuransi syariah ada pemisahan dana yaitu dana
ta’barru, derma dan dana peserta sehingga tidak mengenal dana hangus.
Adanya transfer of risk dalam asuransi
konvensional atau terjadinya transfer resiko dari nasabah keped menanggung
(perusahaan). Lain halnya dalam asuransi syariah yang mengenal adanya sharing of risk yang berarti terjadinya
proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lain.
Sumber dana
klaim dalam asuransi konvensional dari rekening perusahaan. Perusahaan akan
menanggung resiko dari peserta asuransi. Ini terjadi karena segala resiko sudah
ditransfer dari nasabah ke perusahaan. Sumber dana klaim dalam asuransi syariah
dari rekening ta’barru, yaitu peserta saling menanggung. Jika salah satu
peserta mengalami musibah, maka peserta lain akan ikut menanggung resiko.
Dalam
asuransi konvensional. Seluruh keuntungan yang didapat adalah milik perusahaan.
Sedangan dalam asuransi syariah keuntungan tidak sepenuhnya milik perusahaan
tetapi dibagi antara peserta dan perusahaan. Sesuai dengan prinsip bagi hasil.
B. Objek Dan Tujuan
Disamping sebagai bentuk pengendalian risiko (secara finansial),
asuransi juga memiliki berbagai manfaat yang diklasifikasikan ke dalam beberapa
fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi Utama
(Primer)
a.
Pengalihan Resiko
Sebagai sarana atau mekanisme pengalihan
kemungkinan resiko / kerugian (chance of loss) dari tertanggung sebagai ”Original
Risk Bearer” kepada satu atau beberapa penanggung (a
risk transfer mechanism). Sehingga ketidakpastian (uncertainty) yang berupa
kemungkinan terjadinya kerugian sebagai akibat suatu peristiwa tidak terduga,
akan berubah menjadi proteksi asuransi yang pasti (certainty) merubah kerugian
menjadi ganti rugi atau santunan klaim dengan syarat pembayaran premi.
b.
Penghimpun Dana
Sebagai penghimpun dana dari masyarakat (pemegang polis) yang akan
dibayarkan kepada mereka yang mengalami musibah, dana yang dihimpun tersebut
berupa premi atau biaya ber- asuransi yang dibayar oleh tertanggung kepada
penanggung, dikelola sedemikian rupa sehingga dana tersebut berkemang, yang
kelak akan akan dipergunakan untuk membayar kerugian yang mungkin akan diderita
salah seorang tertanggung.
c. Premi Seimbang
Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang dilakukan
oleh masing – masing tertanggung adalah seimbang dan wajar dibandingkan dengan
resiko yang dialihkannya kepada penanggung (equitable premium). Dan besar
kecilnya premi yang harus dibayarkan tertanggung dihitung berdasarkan suatu
tarip premi (rate of premium) dikalikan dengan Nilai Pertanggungan.
2. Tujuan Asuransi
Adapun tujuan asuransi adalah sebagai berikut :
a. Memberikan
jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
b. Meningkatkan
efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan
pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu
dan biaya
c. Pemerataan
biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya
tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian
yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti
d. Dasar bagi
pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan
perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
e. Sebagai
tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan
dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
C. Bentuk perjanjian Asuransi
Menurut ketentuan pasal 225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara
tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan,
syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak
dan kewajiban para pihak (penanggung dan tertanggung) dalam mencapai tujuan
asuransi. Dengan demikian polis asuransi adalah bukti tertulis atau surat
perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian asuransi. Dengan
adanya polis asuransi perjanjian antara kedua belah pihak mendapatkan kekuatan
secara hukum.[3]
Menurut ketentuan pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi
jiwa harus memuat syarat-syarat khusus berikut ini:
a.
Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi
b.
Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga
c.
Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan
d.
Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan)
e.
Bahaya-bahaya/ evenemen yang ditanggung oleh
penanggung
f.
Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi
tanggungan penanggung
g.
Premi asuransi
h.
Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh
penanggung dan segala janji-janji khusus yang diadakan antara para pihak.
D.
Ketentuan
hukum ekonomi syariah
Ada berbagai
pendapat mengenai hukum dari perasuransian, setidaknya ada 2 pandangan besar
mengenai hukum dari asuransi yaitu :
1.
Haram, diantara para ulama yang mengatakan bahwa
asuransi adalah haram antara lain Yusuf al Qardawi, Sayyid Sabiq, Abdullah al
Qadili, Muhammad Yusuf Musa, Abdurrahman Isa, Mustafa Ahmad Zarqa, dan Muhammad
Nezatullah Siddiqi, mereka mengatakan bahwa dalam sistem operasional
perasuransian terdapat tiga unsur yang diharamkan dalam Islam, yaitu; gharar, maisir dan riba. [4]Walupun
demikian sebagian dari mereka
2.
Boleh, para ulama yang membolehkan adanya asuransi
mengatakan bahwa jika dalam asuransi tersebut tidak mengandung unsur gharar,
maisir dan riba maka transaksi –asuransi- yang dilakukan tetap
sah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut UU no.2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak
penanggung mengikatkn diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi,
untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan,
atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu
peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Perusahaan asuransi mempunyai perbedaan karaketeristik dengan perusahaan
nonasuransi seperti kegiatan Underwriting – akutaria, klaim, dan reasuransi
– retrosesi.
Pada dasarnya, asuransi dapat memberikan manfaat bagi pihak tertanggung,
antara lain dapat memberikan rasa aman dan perlindungan, sebagai
pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil, polis asuransi dapat
dijadikan jaminan untuk memperoleh kredit, sebagai tabungan dan sumber
pendapatan, sebagai alat penyebaran risiko, serta dapat membantu meningkatkan
kegiatan usaha.
DAFTAR PUSTAKA
Sudarsono,
Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syari'ah
Deskrifsi dan ilustrasi. Yogyakarta:EKONSIA, Kampus Fakultas Ekonomi UII.
2003
Triandaru, Sigit dan Totok
Budisantoso. 2009. Bank dan Lembaga
Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat.
Gemala
Dewi, SH., LL.M., Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian
Syari’ah di Indonesia,
(Jakarta : Prenada Media, 2004), hal. 181
Heri
Sudarsono, hal. 99
[1]Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syari'ah Deskrifsi
dan ilustrasi. Yogyakarta: EKONSIA, Kampus Fakultas Ekonomi UII. 2003
[2]Triandaru, Sigit dan Totok
Budisantoso. 2009. Bank dan Lembaga
Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat.
[3]Gemala Dewi, SH., LL.M., Aspek-Aspek
Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syari’ah di Indonesia, (Jakarta : Prenada Media,
2004), hal. 181
[4]Gharar artinya transaksi yang
dilakukan masih belum jelas, sedangkan Maisir adalah transaksi yang
dijalankan mengandung unsur judi, Lihat : Heri Sudarsono, Ibid, hal. 99
Tidak ada komentar:
Posting Komentar