Minggu, 27 Mei 2018

makalah ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH




MAKALAH
HUKUM EKONOMI SYARIAH
Tentang:
ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH SYARIAH


 
Oleh:
DEKA NANDA SAPUTRA          : 1630403018
DILLA DOTILLA                          : 1630403025
AMELYA RAMADHANI             :


Dosen :
HEBBY RAHMATUL UTAMY, SH.I, M.SI


JURUSAN EKONOMI SYARIAH KOSENTRASI MANAJEMEN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BATUSANGKAR 2017




KATA PENGANTAR


Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, mikmat serta hidayah-Nya, sehingga makalah yang berjudul Asuransi dan Reasuransi Syariah dapat terselesaikan. Shalawat beserta salam kita kirimkan kepada Allah SWT, semoga disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan syafa’at kepada kita semua, sehingga kita bisa hidup dizaman kemajuan seperti ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Hebby Rahmatul Utamy, SH.I, M.SI selaku dosen pengampu dan pembimbing dalam makalah ini, Saya menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dalam penulisan makalah, sehingga kritik dan saran dari semua pihak dapat memperkecil kekurangan dari makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca serta diridai oleh Allah SWT, Amin ya rabbal ‘alamin.

                                                                        Batusangkar, 18 September 2017




 

DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………..………………………………i
Daftar Isi…………………………………………………...………………………………ii
Bab I Pendahuluan
A.    Latar Belakang…………………………………………………………………1
B.     Rumusan Masalah……………………………...………………………………1
Bab II Pembahasan
A.    Pengertian…………………………………..….………………………………2
B.     Objek dan Tujuan……………………………...………………………………6
C.     Bentuk perjanjian……………………………...………………………………7
D.    Ketentuan Hukum Ekonomi Syariah………….………………………………8

Bab III Penutup
A.    Kesimpulan…………………………………………………………………………
Daftar Pustaka


  
 


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perusahaan asuransi merupakan lembaga keuangan nonbank yang mempunyai peranan yang tidak jauh berbeda dari bank, yaitu bergerak dalam bidang layanan jasa yang diberikan kepada masyarakat dalam mengatasi resiko yang akan terjadi di masa yang akan datang. Perusahaan asuransi mempunyai perbedaan karaketeristik dengan perusahaan nonasuransi.
Dalam dunia bisnis, banyak sekali resiko yang tidak dapat di prediksi. Secara rasional, para pelaku bisnis akan mempertimbangkan untuk mengurangi risiko yang dihadapi. Pada tingkat kehidupan keluarga atau rumah tangga, asuransi juga dibutuhkan untuk mengurangi permasalahan ekonomi yang akan dihadapi apabila ada salah satu anggota keluarga yang menghadapi risiko cacat atau meninggal dunia.
Industri asuransi di Indonesia akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang cukup pesat setelah pemerintah mengeluarkan deregulasi pada tahun 1980-an. Dipertegas lagi dengan keluarnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. Diharapkan dengan semakin berkembangnya industri asuransi di indonesia, maka akan semakin berkembang pula pertumbuhan ekonomi indonesia dari tahun ketahun akan semakin meningkat, Pada era globalisasi seperti ini kebutuhan masyarakat akan asuransi semakin meningkat oleh karena itu pertumbuhan atau perkembangan industri asurasi di indonesia semakin dan akan terus meningkat.

B.     Rumusan Masalah
1.            Apa pengertian dari asuransi dan reasuransi syariah?
2.            Apa objek dan tujuan asuransi syariah?
3.            Apa saja bentuk perjanjian asuransi?
4.            Bagaimana ketentuan hukum ekonomi syariah?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
1.      Asuransi
Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.
Menurut Ketentuan Pasal 246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen (peristiwa tidak pasti).
Menurut Ketentuan Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari 1992 tentang Usaha Perasuransian (“UU Asuransi”), Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian dimana harus dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.
Perusahaan asuransi mempunyai perbedaan karaketeristik dengan perusahaan nonasuransi seperti kegiatan Underwriting – akutaria, klaim, dan reasuransi – retrosesi.  Penjaminan (underwriting) adalah Proses penaksiran/penilaian dan penggolongan derajad risiko yang terkait pada calon tertanggung, serta pembuatan keputusan untuk menerima atau menolak risiko tersebut.
Aktuaria (actuarial) adalah Fungsi pada suatu perusahaan asuransi yang menerapkan prinsip-prinsip matematika pada asuransi, termasuk mengkalkulasi/ memperhitungkan daftar harga premi serta memastikan kesehatan perusahaan dari segi keuangan.
Klaim adalah beban yang menjadi kewajiban perusahaan asuransi terhadap pemegang polis sehubungan dengan perjanjian asuransi antara perusahaan asuransi dengan konsumen (pemegang polis) akibat terjadi peristiwa yang di asuransikan atau yang jatuh tempo.
Reasuransi adalah pihak yang menerima pertanggungan ulang dari suatu penutupan asuransi. Retrosesi adalah Pelimpahan risiko dari perusahaan reasuransi kepada perusahaan reasuransi lain.[1]

2.      Pengertian Asuransi Syariah
Definisi asuransi syari'ah menurut Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko/ bahaya tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para partisipan/ anggota/ peserta mendonasikan/ menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian partisipan/ anggota/ peserta. Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional perusahaan asuransi serta investasi dari dana-dana/ kontribusi yang diterima/ dilimpahkan kepada perusahaan.
Asuransi syari'ah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolong menolong atau saling membantu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang dialami peserta.
Asuransi syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan asuransi konvensional, yaitu mencari ridha Allah untuk kebaikan dunia dan akhirat. Asuransi syariah memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik itu pada gilirannya bisa membedakan dirinya dengan asuransi konvensional. 
Di antara karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama           : akad yang dilakukan adalah akad at-Takafuli.
Kedua             : selain tabungan, peserta juga dibuatkan tabungan derma.
Ketiga             : merealisir prinsip bagi hasil.
Secara structural, landasan operasional asuransi syariah di Indonesia masih menginduk pada peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara umum (konvensional). Baru ada peraturan yang secara tegas menjelaskan asuransi syariah pada Surat Keputusan Direktur jendral Lembaga Keuangan No. Kep. 4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.

3.      Perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah
Secara garis besar, misi utama asuransi konvensional adalah misi ekonomi dan misi social. Sedangkan dalam asuransi syariah misi yang di emban adalah misi aqi’dan, misi ibadah, misi ekonomi dan misi pemberdayaan umat.[2]
Dalam asuransi syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaa operasional perusahaan agar terbebas dari praktik-praktik yang bertentangan dengan prinsip syariah. Dan dalam asuransi konvensional tidak ada dewan pengawas sehingga dalam praktiknya tidak diawasi dan kemungkinan pelaksanaannya tidak sesuai dengan kaidah syariah.
Akad yang ada dalam asuransi konvensional didasarkan pada jual-beli sedangkan akad dalam asuransi syariah didasarkan pada tolong-menolong.
Invenstasi dana dalam asuransi konvensional bebas tetapi masih dalam batas-batas perundang-undangan dan tidak dibatasi oleh halal-haramnya objek atau system yang digunakan. Beda halnya dengan investasi dana asuransi syariah. Investasi dilakukan dengan batas perundang-undangan, sepanjang tidak bertenangan dengan prinsip syariah. Bebas dari riba dan tenpat investasi yang terlarang.
Selain itu, dana yang terkumpul dari premi peserta asuransi konvensional seluruhnya menjadi milik perusahaan dan perusahaan bebas menginvestasikan dana tersebut kemana saja. Sedangkan dana yang terkumpul dari peserta asuransi syariah dalam bentuk iuran atau kontribusi sepenuhnya milik peserta. Perusahaan hanya berperan sebagai pemegang amanah dalam mengelola dana tersebut.
Tidak ada pemisahan dana dalam asuransi konvensional. Pada beberapa produk tertentu dapat mengakibatkan dana hangus. Dalam asuransi syariah ada pemisahan dana yaitu dana ta’barru, derma dan dana peserta sehingga tidak mengenal dana hangus.
Adanya transfer of risk dalam asuransi konvensional atau terjadinya transfer resiko dari nasabah keped menanggung (perusahaan). Lain halnya dalam asuransi syariah yang mengenal adanya sharing of risk yang berarti terjadinya proses saling menanggung antara satu peserta dengan peserta lain.
Sumber dana klaim dalam asuransi konvensional dari rekening perusahaan. Perusahaan akan menanggung resiko dari peserta asuransi. Ini terjadi karena segala resiko sudah ditransfer dari nasabah ke perusahaan. Sumber dana klaim dalam asuransi syariah dari rekening ta’barru, yaitu peserta saling menanggung. Jika salah satu peserta mengalami musibah, maka peserta lain akan ikut menanggung resiko.
Dalam asuransi konvensional. Seluruh keuntungan yang didapat adalah milik perusahaan. Sedangan dalam asuransi syariah keuntungan tidak sepenuhnya milik perusahaan tetapi dibagi antara peserta dan perusahaan. Sesuai dengan prinsip bagi hasil.

B.     Objek Dan Tujuan
Disamping sebagai bentuk pengendalian risiko (secara finansial), asuransi juga memiliki berbagai manfaat yang diklasifikasikan ke dalam beberapa fungsi sebagai berikut:
1.      Fungsi Utama (Primer)
a.       Pengalihan Resiko
Sebagai sarana atau mekanisme pengalihan kemungkinan resiko / kerugian (chance of loss) dari tertanggung sebagai ”Original Risk Bearer” kepada satu atau beberapa penanggung     (a risk transfer mechanism). Sehingga ketidakpastian (uncertainty) yang berupa kemungkinan terjadinya kerugian sebagai akibat suatu peristiwa tidak terduga, akan berubah menjadi proteksi asuransi yang pasti (certainty) merubah kerugian menjadi ganti rugi atau santunan klaim dengan syarat pembayaran premi.
b.      Penghimpun Dana
Sebagai penghimpun dana dari masyarakat (pemegang polis) yang akan dibayarkan kepada mereka yang mengalami musibah, dana yang dihimpun tersebut berupa premi atau biaya ber- asuransi yang dibayar oleh tertanggung kepada penanggung, dikelola sedemikian rupa sehingga dana tersebut berkemang, yang kelak akan akan dipergunakan untuk membayar kerugian yang mungkin akan diderita salah seorang tertanggung.
c.       Premi Seimbang
Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang dilakukan oleh masing – masing tertanggung adalah seimbang dan wajar dibandingkan dengan resiko yang dialihkannya kepada penanggung (equitable premium). Dan besar kecilnya premi yang harus dibayarkan tertanggung dihitung berdasarkan suatu tarip premi (rate of premium) dikalikan dengan Nilai Pertanggungan.

2.      Tujuan Asuransi
Adapun tujuan asuransi adalah sebagai berikut :
a.      Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
b.      Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan  pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya
c.       Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu  dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti
d.      Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
e.       Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.

C.    Bentuk perjanjian Asuransi
Menurut ketentuan pasal 225 KUHD perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang disebut polis yang memuat kesepakatan, syarat-syarat khusus dan janji-janji khusus yang menjadi dasar pemenuhan hak dan kewajiban para pihak (penanggung dan tertanggung) dalam mencapai tujuan asuransi. Dengan demikian polis asuransi adalah bukti tertulis atau surat perjanjian antara pihak-pihak yang mengadakan perjanjian asuransi. Dengan adanya polis asuransi perjanjian antara kedua belah pihak mendapatkan kekuatan secara hukum.[3]
Menurut ketentuan pasal 256 KUHD, setiap polis kecuali mengenai asuransi jiwa harus memuat syarat-syarat khusus berikut ini:
a.       Hari dan tanggal pembuatan perjanjian asuransi
b.      Nama tertanggung, untuk diri sendiri atau pihak ketiga
c.       Uraian yang jelas mengenai benda yang diasuransikan
d.      Jumlah yang diasuransikan (nilai pertanggungan)
e.       Bahaya-bahaya/ evenemen yang ditanggung oleh penanggung
f.       Saat bahaya mulai berjalan dan berakhir yang menjadi tanggungan penanggung
g.      Premi asuransi
h.      Umumnya semua keadaan yang perlu diketahui oleh penanggung dan segala janji-janji khusus yang diadakan antara para pihak.
  
D.    Ketentuan hukum ekonomi syariah
Ada berbagai pendapat mengenai hukum dari perasuransian, setidaknya ada 2 pandangan besar mengenai hukum dari asuransi yaitu :
1.         Haram, diantara para ulama yang mengatakan bahwa asuransi adalah haram antara lain Yusuf al Qardawi, Sayyid Sabiq, Abdullah al Qadili, Muhammad Yusuf Musa, Abdurrahman Isa, Mustafa Ahmad Zarqa, dan Muhammad Nezatullah Siddiqi, mereka mengatakan bahwa dalam sistem operasional perasuransian terdapat tiga unsur yang diharamkan dalam Islam, yaitu; gharar, maisir dan riba. [4]Walupun demikian sebagian dari  mereka 
2.         Boleh, para ulama yang membolehkan adanya asuransi mengatakan bahwa jika dalam asuransi tersebut tidak mengandung unsur gharar, maisir dan riba maka transaksi –asuransi- yang dilakukan tetap sah


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Menurut UU no.2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkn diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Perusahaan asuransi mempunyai perbedaan karaketeristik dengan perusahaan nonasuransi seperti kegiatan Underwriting – akutaria, klaim, dan reasuransi – retrosesi.
Pada dasarnya, asuransi dapat memberikan manfaat bagi pihak tertanggung, antara lain dapat memberikan rasa aman dan perlindungan, sebagai pendistribusian biaya dan manfaat yang lebih adil, polis asuransi dapat dijadikan jaminan untuk memperoleh kredit, sebagai tabungan dan sumber pendapatan, sebagai alat penyebaran risiko, serta dapat membantu meningkatkan kegiatan usaha.



DAFTAR PUSTAKA
Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syari'ah Deskrifsi dan ilustrasi. Yogyakarta:EKONSIA, Kampus Fakultas Ekonomi UII. 2003
Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat.
Gemala Dewi, SH., LL.M., Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syari’ah di Indonesia, (Jakarta : Prenada Media, 2004), hal. 181
Heri Sudarsono, hal. 99



[1]Sudarsono, Heri. Bank dan Lembaga Keuangan Syari'ah Deskrifsi dan ilustrasi. Yogyakarta: EKONSIA, Kampus Fakultas Ekonomi UII. 2003
[2]Triandaru, Sigit dan Totok Budisantoso. 2009. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Jakarta : Salemba Empat.
[3]Gemala Dewi, SH., LL.M., Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syari’ah di Indonesia, (Jakarta : Prenada Media, 2004), hal. 181
[4]Gharar artinya transaksi yang dilakukan masih belum jelas, sedangkan Maisir adalah transaksi yang dijalankan mengandung unsur judi, Lihat : Heri Sudarsono, Ibid, hal. 99


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

makalah tentang TEORI KETENAGAKERJAAN DAN UPAH

MAKALAH ILMU EKONOMI MIKRO Tentang : TEORI KE TENAGAKERJAAN DAN UPAH Oleh : DEKA NANDA SAPUTRA NIM: 1630403018 ...